Lancang Kuning

Pemkab dan Nelayan Rohil Bentuk Forum Koordinasi Tindak Pidana Perikanan

saat kegiata berlangsung

BAGANSIAPIAPI, Wawasanriau.com - Pemerintah dan nelayan di Rohil bertekad membentuk Forum Koordinasi Tindak Pidana Perikanan. Pembentukan itu diawali dengan dialog antara nelayan dari organisasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) dan Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwasmas) dengan sejumlah narasumber.

Kegiatan itu dilaksanakan Selasa (20/10/15) di Aula Hotel Kesuma Lantai 7, menghadirkan narasumber, Ir. Tien Mastina, M.Si, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, Sabrani Binzar, SH, Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Bagansiapiapi, Dr. Sutarno, SH, MH, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Rokan Hilir di Ujung Tanjung dan AKP Yudi Setawan, SH, MH, Kasat Pol Air Polres, dengan moderator M. Amin, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Rohil, dibuka secara resmi, Asisten I Setda Rohil, Wan Rusli Syarif.

Dalam dialog, Ketua Pokwasmas, Rohil, Jumadi minta agar Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau agar ada perwakilan di Rohil, karena untuk mengurus izin kapal 5 GT ke atas, nelayan harus ke Pekanbaru, sementara mereka sudah susah juga.

Di samping itu, Jumadi minta, agar diberi kelonggaran terhadap nelayan yang mau membeli kayu untuk perbaikan kapal, karena kalau tidak diperbaiki, dikhawatirkan akan membahayakan mereka dilaut, sementara mereka ditakutkan dengan tindak pidana illegal logging. "Kami takut beli bahan baku," keluhnya.

Makmur Hasan, Ketua HNSI Kecamatan Kubu mengatakan, tahun 60-an, Rohil terkenal penghasil ikan, lalu kemana ikan yang banyak itu, sehingga dinilai banyak kesenjangan, dan salah satu yang dianggap penyebabnya, cara penangkapan ikan yang mengambil ikan dari kecil sampai yang besar sehingga ikan menjadi punah.

Lalu dia mengkiritk Dinas Perikanan dan Kelautan Rohil, tentang adanya bantuan yang tidak tepat sasaran, malah yang dibantu bukan nelayan, melain orang gunung atau masyarakat yang tidak pernah kelaut, dan ini diindikasikanya ada permainan oknum.

Marzuki, Kabid Perhubungan Laut, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Rohil menilai, perlu sosialisasi kepada nelayan agar mereka sadar dalam mengurus izin. Lalu terkait mulai bergesernya pola pengangkutan hasil laut dari jalur laur kejalur laut, perlu didata berapa potensinya, bisa saja produksi ikan di Rohil tidak menurun, namun tidak terdata lagi keluarnya.

Marzuki juga menanyakan kepada pihak kejaksaan bagaimana tindak lanjut proses hukum terhadap dua kapal Thailand 20 GT yang saat ini sudah terikat dan dipenuhi lumpur dan mulai menyebabkan turap pelabuhan turun.

Yusri, Ketua Pokwasmas Palika, meminta bantuan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau sebuah kapal patroli, untuk membantu mereka dalam mengawasi pantai. Disaat ada penangkapan kapal yang menyalahi aturan ditengah laut oleh nelayan, mereka kesulitan untuk pergi kelaut, padahal tujuannya untuk mengantisipasi penganiayaan terhadap ABK serta menghindari tindakan anarkis membakar kapal seperti yang sudah pernah terjadi.

M Amin, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Rokan HIlir, dalam kesempatan tersebut sempat menyebut, kalau ada bantuan yang tidak tepat sasaran, mereka hanya merujuk kepada penerima yang mendapatkan rekomendasi dari penghulu setempat.

Ir. Tien Mastina, M.Si, Kadis Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, menilai, baik HNSI maupun Pokwasmas, sangat mengetahui kondisi lapangan, menandakan mereka bekerja.

Tien mengakui, sejak diberlakukannya perizinan kapal 5 GT keatas oleh provinsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan, membuat repot seluruh provinsi di Indonesia, bisa-bisa karena kesibukan pihak provinsi, menumpuk 50 pengajuan perizinan.

Namun demikian, untuk mempermudah nelayan, Tien mengaku ada wacana untuk menempatkan perwakilan di kabupaten/kota, disamping masih menunggu akhir tahun ini pemerintah pusat akan menggodok organisasi yang dibutuhkan daerah, sedangkan Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) serndiri sudah mulai menggodok, apa yang menjadi kewenangan kabupaten/kota.

Terkait adanya keluhan tiang bubu, kalau memang sudah sampai ketengah, Tien menyarankan agar digeser saja dan perlu pengaturan lebih detail.

Bahkan saat ini, rencana zonasi pulau-pulau kecil, pengaturan pengelolaan perikanan, kabel dibawah laut, pariwisata, tiang bubu, kerang darat sudah mulai disusun.

Lagi-lagi Dinas Perikanan dan Kelautan Rohil kurang tanggap, dimana saat ini baru Kabupaten Bengkalis, Indragiri HIlir dan Kota Dumai yang membuat, padahal ini bisa dijadikan dasar untuk melakukan tindakan yang permanen dalam penegakan hukum. "Rohil belum,, PR untuk Pak Amin, diangsur-angsur, 2017," katanya mengingatkan.(mi/adv/pemkab)


[Ikuti Wawasanriau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar