Hukrim

Galangan Kapal Batu Delapan Diduga Tak Berizin, Bahan Baku Rambahan PT DRT

Galangan kapal (Dok, red) dipinggir jalan pesisir sungai rokan batu delapan (8) lintas Bagansiapiapi

BAGANSIAPIAPI, WAWASANRIAU.COM - Diduga usaha Galangan Kapal (Dok, red) dipinggir Jalan Lintas Pesisir Batu Delapan (8),  Desa Kepenghuluan Labuhan Tangga Hilir,  Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan Hilir tidak mengantongi izin.

Pasalnya, lokasi tempat usaha tersebut jelas masuk dalam kawasan lahan milik pemerintah setempat dan belum adanya pemberian izin secara resmi kepada pemilik usaha Galangan Kapal tersebut.

Pantauan awak media, Minggu (05/11/2017) dilokasi dok ada  5 (lima) unit bodi kapal yang sudah terbuat. Semuanya kapal kayu dengan pekerja lebih kurang 10 (sepuluh) orang.

Sedangkan sebagai bahan baku yang digunakan untuk pembuatan kapal kayu tersebut kuat dugaan didapatkan dari pelaku penebang liar dan pelaku illegal logging di areal PT Diamon Raya Timber (DRT) dibawah naungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Dalam kegiatan ini diduga pemilik usaha Galangan Kapal sebagai pelaku penadah kayu illegal dan bekerjasama dengan pelaku untuk bertindak melawan hukum. 

Informasi yang dirangkum dari warga sekitar bahwa pemilik usaha galangan kapal kayu kerap disebut- sebut dengan nama akrab Lek Min, Warga Desa Labuhan Tangga Hilir tepatnya di Jalan Lintas Batu Delapan (8) Bagansiapiapi.

Selain nama Lek Min, kabarnya ada nama lain lagi sebagai pemilik Dok tersebut, mereka melakukan kerjasama. Namun nama oknum yang dimaksud belum dapat dipastikan karena belum mendengar pengakuan langsung dari yang bersangkutan.

Sampai dengan berita ini diterbitkan pihak pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang berkompeten dalam hal pemberi izin belum dapat ditemui.

Begitu juga dengan pemilik usaha yang dimaksud, juga belum dapat ditemui guna diminta keterangan lebih lanjut. Meski demikian diminta kepada aparat penegak hukum untuk bertindak sehingga aktifitas Illegal Loging bisa ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Padahal jika mengacu kepada peraturan bahwa Hasil penelitian menunjukkan: (1) Pidana pencurian hasil hutan diatur dalam Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 Undangundang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yakni Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Dengan kata lain, barang siapa dengan sengaja memanen, menebang pohon, memungut, menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan, diancam dengan hukuman penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).*

Laporan :Bambang Irawan
Editor :Irwansyah


[Ikuti Wawasanriau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar