Pelayanan RSUD Bangkinang Sempat Viral, Praktisi Hukum Roy Irawan Angkat Bicara

KAMPAR(WRC) – Polemik pelayanan di RSUD Bangkinang terus bergulir setelah keluhan keluarga pasien berinisial FJ viral di media sosial. Postingan itu mendapat ratusan komentar netizen yang mayoritas menumpahkan rasa kecewa terhadap layanan rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Kampar tersebut.
Sorotan publik semakin tajam setelah pihak keluarga pasien menolak undangan resmi dari manajemen RSUD untuk berdialog. Isu pun semakin hangat diperbincangkan, bukan hanya di dunia maya, tetapi juga di kalangan masyarakat luas.
Menyikapi kasus ini, praktisi hukum Roy Irawan turut angkat bicara. Menurutnya, persoalan pelayanan kesehatan bukan sekadar urusan teknis medis, tetapi juga terkait dengan hak-hak pasien yang dijamin oleh undang-undang.
“Setiap pasien berhak mendapatkan pelayanan yang baik, ramah, dan profesional. Jika ada dugaan pelayanan yang tidak sesuai standar, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak pasien,” tegas Roy kepada wartawan, senin (29/9/2025).
Roy menambahkan, pihak rumah sakit wajib menjalankan transparansi dalam memberikan informasi medis, sekaligus membuka ruang komunikasi yang sehat dengan keluarga pasien.
Namun demikian, Roy juga mengingatkan agar keluarga pasien menempuh jalur yang tepat dalam menyampaikan keluhan.
“Media sosial memang bisa menjadi sarana kritik, tetapi solusi yang terbaik tetap melalui dialog resmi dan mekanisme hukum yang ada. Jangan sampai isu ini semakin melebar tanpa ada penyelesaian yang jelas,” ujarnya.
Roy menilai langkah RSUD Bangkinang yang sudah tiga kali berusaha mengundang keluarga pasien patut diapresiasi, meski komunikasi masih buntu. Ia mendorong kedua pihak untuk segera duduk bersama, agar tidak ada lagi kesalahpahaman.
Lebih jauh, Roy menegaskan bahwa kasus viral ini harus dijadikan momentum evaluasi besar bagi RSUD Bangkinang.
“Ini peringatan penting agar manajemen rumah sakit berbenah total. Pelayanan kesehatan bukan hanya soal alat dan obat, tapi juga soal sikap, komunikasi, dan empati,” ungkap Roy.
Perlu menjadi perhatian kita bersama, jika dokter yang salah menganalisis penyakit pasien sampai berujung pada tindakan medis yang tidak seharusnya (misalnya operasi yang tidak diperlukan) bisa masuk ke beberapa ranah hukum di Indonesia, tergantung bukti dan akibat yang ditimbulkan:
1. Ranah Etik (Kode Etik Kedokteran)
Dokter terikat oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).
Bila terbukti melakukan tindakan medis yang tidak sesuai indikasi atau tanpa persetujuan yang jelas, dokter dapat dikenai sanksi etik oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK), mulai dari teguran hingga pencabutan izin praktik sementara/permanen.
2. Ranah Administratif
Sesuai UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dokter wajib melakukan praktik sesuai standar profesi dan prosedur.
Jika melanggar, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) bisa menjatuhkan sanksi: yakni : Teguran tertulis, Rekomendasi pencabutan izin praktik sementara, Kewajiban mengikuti pendidikan ulang
3. Ranah Perdata
Pasien atau keluarga bisa menggugat ganti rugi melalui pengadilan bila dapat membuktikan ada kerugian akibat salah tindakan medis.
Gugatan perdata biasanya berupa kompensasi finansial (biaya perawatan tambahan, kerugian immateriil, dsb).
4. Ranah Pidana
Jika terbukti ada kelalaian serius (malpraktik) atau pemaksaan operasi tanpa persetujuan pasien, bisa masuk pidana:
Pasal 360 KUHP: Kelalaian yang mengakibatkan luka atau matinya orang.
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 190: Tindakan medis tanpa hak dapat dipidana hingga 10 tahun penjara.
Kemudian bagi masyarakat yang merasa dirugikan akibat korban kelalaian oleh pihak rumah sakit, kami selaku praktisi hukum siap mendampingi tanpa dipungut biaya alias gratis, pungkas Roy dengan semangat.(Jhon)
Tulis Komentar