Penanganan Perkara SPPD Fiktif di Sekwan Rohil Lamban, Apa Kendala Polda Riau?

PEKANBARU - (WAWASANRIAU.COM) - Pengamat Hukum Pidana Universitas Islam Riau (UIR), Dr M Nurul Huda SH MH, berpendapat tidak ada alasan bagi pihak Penyidik Polda Riau tidak menaikkan status kasus dugaan korupsi SPPD Fiktif di Sekwan Rohil Provinsi Riau.
Namun faktanya, sampai saat ini kasus yang bergulir di Polda Riau tersebut masih saja dalam tahapan pengumpulan barang bukti dan saksi. Seperti yang disampaikan Kabid Humas Polda Riau, Sunarto. "Belum ada update dari penyidik bro."katanya.
"Polda Riau menunggu apa lagi, harusnya dipercepat lah kasusnya naik, memang apa sih kendalanya, "ujar Nurul Huda diminta tanggapan terkait dugaan lambannya Polda Riau menangani kasus korupsi di daerah ini, Sabtu (30/03/2019).
Jangan hanya karena oknum telah mengembalikan kerugian negara seterusnya dibebaskan dari jeratan pidana.
Karena, jelas Nurul Huda lagi, pada pasal 4 Undang -undang tindak pidana korupsi (tipikor) jelas mengatakan pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus tindak pidana korupsi.
"Dalam kasus korupsi ketika seseorang telah mengembalikan berarti kerugian negara yang pernah ia curi, berarti dia sudah mengaku pernah melakukan tindak kejahatan dan pengembalian itu sebagai barang buktinya. "terang Nurul Huda.
Tambahnya lagi, bahwa mengembalikan kerugian negara ialah salah satu syarat tidak pidana, namun hanya dikurangi hukuman karena dia jujur.
Sebelumnya, Polda Riau telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah 45 oknum anggota DPRD Rohil yang diduga melakukan pencairan SPPD fiktif.
Hal itu dibenarkan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Kombes Gidion Arif Setyawan belum lama ini, “Sudah diperiksa 45 anggota dewan dan para stafnya,” kata dia.
“Ada beberapa anggota dewan yang telah mengembalikan uang dugaan korupsi tersebut ke bagian Inspektorat Kabupaten Rokan Hilir,” sebutnya.
Namun, Gidion mengaku, tak mengetahui pasti berapa besaran yang telah dikembalikan mereka. Polda Riau katanya, akan segera mengecek ke Inspektorat Pemkab Rohil untuk mengetahuinya sebagai bahan penyidikan.
Penanganan perkara ini, diketahui berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rohil yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau tahun 2017. Dalam LHP itu dinyatakan, adanya dugaan penyimpangan SPPD yang digunakan anggota Dewan tanpa didukung Surat Pertanggungjawaban (SPJ).
Terkait besaran dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan pada dugaan penyimpangan itu, Ia menyatakan belum dapat menyampaikannya.
Dari informasi yang dihimpun, pada Maret 2017 lalu, Setwan Rohil menerima uang persediaan (UP) sebesar Rp 3 miliar. Dari jumlah itu, yang bisa dipertanggungjawabkan sekitar Rp 1.395 miliar. Sedangkan sisanya Rp 1.6 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Lalu, penggunaan uang pajak reses II oleh Sekretaris Dewan (Sekwan) Rohil atas nama Firdaus selaku Pengguna Anggaran sebesar Rp 356.641.430. Namun, dana itu telah disetorkan ke kas daerah.
Kemudian pengguaan uang pajak reses III oleh Sekwan atas nama Syamsuri Ahmad sebesar Rp 239.105.430 dengan modus tidak disetorkan. Selanjutnya, terhadap anggaran dilakukan ganti uang (GU) sebanyak dua kali masing-masing sebesar Rp 1.064.023.000 diperuntukan membayar hutang kepada Lisa atas perintah Syamsuri, dan Rp 1.100.331.483 untuk pembayaran hutang kepada Syarifudin. Penggunaan uang tersebut belum ada pertanggungjawabannya. (zmi)
Tulis Komentar