Nasional

BPJS Tetap Jamin Pengobatan 8 Jenis Penyakit Katastropik

Layanan BPJS

JAKARTA,WAWASANRIAU.COM - Beredarnya informasi di sejumlah media bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tak menanggung biaya pengobatan 8 jenis penyakit berbiaya tinggi dan dapat membahayakan jiwa (katastropik) mengundang kritik dari kalangan parlemen.

Sebab, pada prinsipnya, UU BPJS telah mengamanatkan pembiayaan pengobatan segala penyakit yang diderita masyarakat sebagai peserta iuran ditanggung BPJS Kesehatan.  

Ketua Komisi IX Dede M Yusuf mengatakan agar BPJS Kesehatan bisa saja menerapkan mekanisme cost sharing terhadap beberapa penyakit langka yang diderita pasien dengan potensi biaya besar.

Hanya saja, dia mengingatkan jenis penyakit, seperti jantung, stroke, kanker, dan gagal ginjal sudah masuk kategori resiko umum. Bahkan, kata Dede, masyarakat di desa pun berpotensi mengalami penyakit tersebut.

“Jadi apa bedanya jaminan sosial dengan asuransi lain jika manfaatnya dikurangi,” ujarnya di Komplek Parlemen, Senin (27/11/2017).

Politisi Partai Demokrat itu menilai persoalan pembiayaan pengobatan masyarakat memang mengalami lonjakan tajam. Sementara iuran masyarakat terhadap BPJS Kesehatan belum maksimal, sehingga BPJS Kesehatan mengalami defisit.

Karena itu, persoalan ini mesti dibicarakan terlebih dahulu dengan DPR. “Harus duduk dengan DPR dahulu karena ini menyangkut amanah UU. Segera nanti kami akan panggil BPJS Kesehatan untuk jelaskan rencananya,” kata dia.

Seperti tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS), jaminan sosial sebagai jaminan kesehatan merupakan tanggung jawab BPJS Kesehatan. Pasal itu menyebutkan

“Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.”

Dalam Pasal 1 ayat (3) UU BPJS menyebutkan, “Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh BPJS untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial”. Karena itu, BPJS berhak menarik iuran dari peserta sebagai dana operasional dalam penyelenggaran program kesehatan.

Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay juga meminta agar BPJS Kesehatan membuat simulasi pembiayaan sistem cost sharing seperti yang diusulkan. Menurutnya, kebijakan tersebut bakal berimplikasi aspek lain termasuk kepesertaan dan pelayanan.

“Kami mengusulkan agar BPJS membuat simulasi pembiayaan dengan sistem cost sharing ini. Berapa sebetulnya nilai penghematan yang didapat? Berapa persen bisa menutupi defisit? Bagaimana cara yang akan ditempuh agar masyarakat yang mampu tetap mau menjadi peserta BPJS? Bagaimana cara BPJS Kesehatan meningkatkan pelayanan bagi mereka yang membayar lebih ini, dan lain-lain?” ujarnya.

Politisi Partai Amanat Nasional itu memperkirakan Komisi IX bakal menolak skema tersebut bila diterapkan apabila berdampak tidak baik terhadap peserta BPJS Kesehatan. Sebab, BPJS Kesehatan faktanya tetap dibutuhkan masyarakat, khusunya kalangan masyarakat kurang mampu. Karena itu, harus dipastikan BPJS Kesehatan tetap dapat beroperasi sesuai harapan semua pihak.

Karena itu, menyikapi persoalan ini, Komisi IX pun sudah bersepakat bakal melaksanakan pertemuan kembali dengan pihak BPJS Kesehatan. “Dalam waktu dekat ini, khusus membicarakan masalah tersebut,” ujarnya.

BELAUM TRANSPARAN

Anggota Komisi IX Okky Asokawati merasa belum melihat transparansi terkait rencana kerja BPJS Kesehatan tersebut. Justru, kata Okky, BPJS Kesehatan tak pernah menyebutkan jumlah dana dari iuran kepesertaan yang masuk, termasuk jumlah pengeluaran.  Sedangkan dalam rapat dengan Komisi IX, kata Okky, hanya mengulas keberhasilan BPJS Kesehatan.

“Kita tidak pernah melihat secara transparan bagaimana rencana kerja BPJS kesehatan, sama sekali enggak ada,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menolak keras bila pembiayaan sejumlah jenis penyakit dihapus oleh BPJS meski dengan mekanisme cost sharing sekalipun, kecuali BPJS Kesehatan bisa menunjukan simulasi perhitungannya ke publik. “Tidak setuju dong, harus fair. BPJS yang terlebih dahulu dibenahi. Misalnya transparansi, administrasinya,” ujarnya.

JANGANS SALAH PAHAM

Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat meluruskan informasi yang beredar bahwa BPJS tak lagi menanggung biaya pengobatan 8 jenis penyakit. Dia mengakui BPJS Kesehatan dalam rapat dengan Komisi IX DPR pernah diminta menjelaskan tentang perkembangan pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Dalam penjelasannya, pihak BPJS menampilkan gambaran sejumlah negara seperti Korea, Jepang, Jerman dan sejumlah negara lainn yang menerapkan sistem cost sharing. “Pada saat itu, kami memberi referensi akademik. Jadi jangan salah paham duluan ya,” ujarnya sebagaimana dikutip dari laman www.bpjs-kesehatan.go.id.

Menurutnya, ketika era Asuransi Kesehatan (Askes) dahulu, pemerintah memberikan dana subsidi bagi penyakit katastropik. Pemberian dana tersebut dilakukan sejak periode 2004 hingga 2013. Namun, sejak Askes bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan sejak 2014, belum adanya regulasi terkait dana subsidi pemerintah terhadap penyakit berjenis katastropik.

“Padahal dulu ada subsidi. Saat ini hal tersebut tengah diusulkan untuk revisi Perpres,” kata dia mengeluhkan.

Namun demikian, Nopi menegaskan BPJS Kesehatan tetap menjamin biaya pengobatan terhadap 8 jenis penyakit katastropik sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah. Kedelapan jenis penyakit katastropik itu, yakni jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalassemia, leukimia, dan hemophilia.

“Jadi masyarakat tak perlu khawatir. Selama peserta JKN-KIS mengikuti prosedur dan ketentuan, maka kami akan jamin biayanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata dia

Menurutnya, BPJS sebagai badan hukum publik yang langsung berada di bawah presiden, tunduk dan patuh terhadap segala ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Yang pasti, dalam menempuh kebijakan, pemerintah pun memperhatikan dan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat  di lapangan.

“Yang jelas prioritas kami saat ini adalah memberikan pelayanan terbaik bagi peserta JKN-KIS,” tegasnya.

Sumber : hukumonine.com


[Ikuti Wawasanriau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar