MENU TUTUP

DPR dan Luhut Berdebat Soal Subsidi Energi Terbarukan, Ini Bisa Jadi Solusinya

Senin, 12 September 2016 | 16:08:45 WIB
DPR dan Luhut Berdebat Soal Subsidi Energi Terbarukan, Ini Bisa Jadi Solusinya Luhut Binsar Padjaitan (foto detik)

Jakarta - Dalam RAPBN 2017, disiapkan dana Rp 1,3 triliun untuk subsidi energi baru terbarukan (EBT). Dana tersebut dianggarkan untuk menutup selisih antara harga listrik dari EBT dengan biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN.

Tarif listrik dari EBT memang relatif mahal, perlu subsidi agar PLN dapat membelinya. Untuk listrik dari mikro hidro misalnya, PLN harus membeli dari Independent Power Producer (IPP) dengan harga Rp 1.560-2.080/kWh. Lalu untuk listrik dari tenaga surya, harganya Rp 1.885-3.250/kWh. Sementara rata-rata BPP PLN Rp 1.352/kWh.

Subsidi ini menjadi perdebatan dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Padjaitan, pada 6 September 2016 lalu. Beberapa anggota Komisi VII DPR berpendapat, subsidi EBT ini sebaiknya ditiadakan saja karena tidak untuk rakyat, melainkan untuk segelintir korporasi.

Menurut mereka, meski subsidi diberikan kepada PT PLN (Persero), ujung-ujungnya yang menikmati adalah para pengusaha yang IPP untuk pembangkit listrik dari EBT.

Sebenarnya masih ada cara lain untuk mendorong pengembangan EBT tanpa harus memberikan subsidi, yaitu dengan pemberian insentif berupa tax holiday untuk pengusaha yang berinvestasi di bidang EBT. Cara ini lebih praktis, tak perlu melalui pembahasan dan perdebatan sengit dengan parlemen.

"Kami lagi exercise, kira-kira insentif apa yang bisa kita berikan sambil melihat juga penerapan di negara-negara lain. Misalnya di Thailand, Rusia, mereka mengeluarkan tax holiday khusus untuk EBT. Ke depan saya maunya begitu supaya tidak usah capek-capek minta subsidi di APBN," kata Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana, Senin (12/9/2016).

Rida menjelaskan, prinsip subsidi dan insentif 'libur pajak' sebenarnya sama saja, hanya berbeda proses pemberiannya. Subsidi untuk EBT diambil dari pajak, artinya negara memungut kemudian mengembalikannya lagi. Sedangkan dengan insentif tax holiday, negara sejak awal tidak memungut pajak sehingga tak perlu mengembalikannya lagi.

"Subsidi itu kan salah satu instrumen fiskal. Ada juga instrumen lain. Kita kan menarik pajak dari pengusaha, kemudian dikembalikan jadi subsidi. Kenapa nggak pajaknya saja yang nggak usah supaya nggak perlu keluar subsidi juga?" tanyanya.

Di berbagai negara, tax holiday untuk EBT adalah hal yang lumrah dilakukan, Indonesia perlu mencontoh kebijakan ini. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) perlu mempertimbangkan insentif seperti ini. "Di negara lain, pajaknya nggak bayar untuk sekian tahun, tax holiday. Ada yang 5 tahun, ada yang 6 tahun, ada yang 8 tahun," paparnya.

Sumber: detik.com

Berita Terkait

Anggota Satgas TMMD dan warga gelar doa bersama

Polda Riau Gelar Vaksin Merdeka

Rahmadsyah Saksi 02 di MK Ditahan karena Hambat Jalannya Sidang

Indonesia Dukung Perdamaian Arab Saudi dan Iran, Kedua Negara Apresiasi

Diperiksa KPK, Politikus PDIP Bantah Kecipratan Duit e-KTP

TULIS KOMENTAR
TERPOPULER +
1

Kamarudin Kembali Dilantik Jadi Kepala Desa Ranah Singkuang Periode 2025-2027

2

Camat Kampar Gelar Sertijab Kepala Desa Sekaligus Pelepasan Purna Tugas ASN di Kecamatan Kampar

3

Dorong Pemkab Kampar Sampaikan Data Penduduk Berkala Bawaslu Ingatkan KPU Kampar

4

Mafia Tanah Meraja - Lela, Puluhan Lahan Kaplingan Milik Para Guru Raib Seketika

5

Pendukung Loyal Siap Menangkan Hendry Ch Bangun

6

Plt Ketua PWI Kampar dan Pengurus Survei Rumah Subsidi Dari Kementerian Perumahan RI

7

Bebas Beroperasi " Gudang Mafia Inti Milik Gurning Tak Tersentuh Hukum

8

Lemahnya Penindakan Hukum, Ciptakan Kumpulan Mafia Kebal Hukum Rugikan Pengusaha Serta Negara Milyar

9

Kalau Mau Kaya, Jangan Jadi PNS

10

125 Honorer Bagian Umum Sekretariat Pemda Rohil Dirumahkan