Nasional

Kalau Penyidik KPK Banyak, Kasus Korupsi Kecil Juga akan Ditangani

Deputi Pencegahan Direktorat Dikyanmas (Pendidikan dan Layanan Masyarakat) KPK Masagung Dewanto, Dosen FISIP UI/Mantan Pansel KPK Meuthia Ganie, Ketua BEM UI, M. Syaeful Mujab, dan moderator seminar bertajuk Sikap Patriotisme Generasi Milineal yang digela

JAKARTA,WAWASANRIAU.COM - Deputi Pencegahan Direktorat Pendidikan dan Layanan Masyarakat pada Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), Masagung Dewanto menyampaikan, kurangnya sumber daya manusia menjadi salah satu kendala tidak maksimalnya upaya pemberantasan korupsi.

Ia mengatakan, rata-rata per tahun ada 7.000 hingga 8.000 laporan masyarakat yang diajukan ke KPK. Kemudian yang terkonfirmasi karena memenuhi persyaratan laporan, misalnya adanya barang bukti, hanya setengahnya atau sekitar 3.500 kasus.

Di sisi lain, jumlah penyidik KPK hanya sekitar 50-60 orang. Padahal idealnya, untuk satu kasus ditangani satu kesatuan tugas yang di dalamnya berisi 5 hingga 6 penyidik.

"Kalau 5-6 (penyidik) menangani satu kasus maka harusnya hanya 12 kasus yang ditangani. Tapi, kasus yang ditangani KPK rata-rata per tahun 50-60 kasus," kata dia.

Dengan demikian, kata Masagung, dapat diasumsikan bahwa satu penyidik KPK menangani satu kasus.

Oleh karena itu, lanjut dia, karena keterbatasan inilah maka KPK tidak menangani kasus yang kecil.

"Bukan enggak mau. Kalau personilnya besar atau resources-nya besar maka kasus kasus yang tidak besar juga bisa ditangani," kata dia.

Ia mengatakan, sejak 2010 KPK sudah meminta kepada DPR agar dibentuk lembaga perwakilan KPK di daerah. Saat itu ada 10 Provinsi yang diajukan. Tetapi, usulan itu ditolak.

Kemudian, dalam rapat dengar pendapat selanjutnya KPK kembali mengajukan usulan agar dibentuk lembaga perwakilan di 7 provinsi. Namun usulan itu juga ditolak.

Terakhir kali, sekitar dua tahun lalu, usulan itu kembali diajukan oleh pimpinan KPK agar dibentuk lembaga perwakilan di tiga provinsi, yakni Surabaya, Medan dan Makassar. Namun, usulan itu kembali tak disetujui.

Menurut dia, yang dialami KPK berbeda dengan lembaga lainnya. Misalnya, Ombudsman. Lembaga tersebut punya perwakilan di tiap daerah.

Begitu juga dengan BPK. Lembaga yang memiliki fungsi strategis ini punya perwakilan di daerah.

Jika melihat Hongkong dan Singapura, kata Masagung, lembaga antikorupsi justru diadakan hingga ke distrik atau tingkat kecamatan. Kalau di kepolisian, setara dengan tingkat polsek.

"Kalau itu dilakukan (di tiap daerah ada perwakilan KPK) maka memungkinkan tidak ada kasus kasus korupsi. Tapi, resources KPK sepertinya belum memungkinkan," ujarnya.*

Sumber: Kompas


[Ikuti Wawasanriau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar