Nasional

Kasus Mobile 8, Hary Tanoe Diperiksa Penyidik Kejagung

CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo

Jakarta - CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo diperiksa penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 periode 2007-2009.

Setibanya di gedung bundar Kejaksaan Agung, Hary tak banyak bicara soal rencana pemeriksaannya sebagai saksi tersebut.

"Nanti ya kalau sudah selesai pemeriksaan," ujar Hary sambil masuk ke gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (6/7/2017).

Pengacara Hary, Hotman Paris Hutapea mengatakan, semestinya kasus ini tak lagi diusut karena sudah kalah di praperadilan.

Dalam keputusan tersebut, Kejagung dianggap tak berwenang menyidik kasus restitusi pajak itu.

"Kok tiba-tiba dipanggil lagi, enggak ngerti. Jadi mengenai apa, tunggu dulu pertanyaannya apa," kata Hotman.

Bahkan, kata Hotman, surat panggilan pemeriksaannya pun sama dengan surat panggilan yang pernah diterima Hary dalam penyidikan sebelumnya.

"Yang jelas panggilannya 100 persen sama dengan panggilan kasus yang sudah dihentikan Kejagung. Bahasanya pun sama," kata dia.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung kembali menerbitkan surat perintah penyidikan untuk kasus tersebut setelah dianggap tidak sah dalam praperadilan.

Gugatan kedua tersangka dalam kasus ini, mantan Direktur PT Mobile 8, Anthony Chandra Kartawiria dan Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) Hary Djaja, dikabulkan oleh hakim praperadilan.

Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif antara Mobile 8 dan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.

Saat itu, PT Mobile 8 mengerjakan proyek pengadaan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar.

PT Jaya Nusantara Komunikasi ditunjuk sebagai distributor pengadaan. Namun, perusahaan tersebut ternyata tak mampu membeli barang dalam jumlah itu.

Akhirnya, transaksi pun direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.

Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar.

Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan. Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.

PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi meski tidak berhak karena tidak ada transaksi.

 

sumber: Kompas.com


[Ikuti Wawasanriau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar