Nasional

Mengenai SP3 Perusahaan Terindikasi Karlahut, Ini Kata Menteri LHK

Menteri LHK Siti Nurbaya (foto.net)

PEKANBARU - Mengenai Surat Penghentian Penyidikan atau yang biasa disebut SP3 terhadap kasus kebakaran yang melibatkan 15 perusahaan yang mengakibatkan biang asap di Riau tahun 2015 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah meminta Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) untuk mengumpulkan seluruh data untuk kemudian akan segera dibahas di Kemen LHK.

Hal ini disampaikan Menteri LHK Siti Nurbaya pada wartawan, Kamis (21/7/2016). Ia mengatakan saat ini Dirjen Gakum sudah diminta juga untuk mencari informasi ke Polda Riau.

"Tapi sebetulnya yang perlu dipahami, sistem Gakkum kita menerapkan hukum multidoors. Artinya ada pidana, perdata dan sanksi administratif. Namun demikian saya akan terus pelajari ini," ujarnya.

Ia juga menjelaskan dari 15 perusahaan yang terlibat Karlahut ini, sebenarnya ada yang izinnya sudah dicabut, yakni HSL dan SRT. "Dan ada juga perusahaan yang sudah kena pembekuan," ungkapnya.

Tentang detail data di lapangan lanjutnya, pihaknya akan mendalami dan mungkin bisa juga nanti minta dukungan fakta lapangan dari komunitas dan aktivis. "Sekarang komunitas dan aktivis juga aktif memberi info dan saran solusi kepada kami di KLHK kok," ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menegaskan kembali telah mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan atau yang biasa disebut SP3, terhadap kasus kebakaran yang melibatkan 15 perusahaan yang mengakibatkan biang asap yang melanda  Riau tahun 2015 lalu.

Hal ini langsung disampaikan oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela yang didampingi Wadir Kriminal Umum, AKBP Ari Rahman di sela-sela konferensi pers di Kantor Krimsus Polda Riau, Jalan Gajah Mada, Rabu (20/7/2017) siang.

"Rata-rata 15 perusahaan tersebut memiliki kasus sengketa dengan masyarakat, kemudian dihentikan penyidikannya atau SP3, " ungkap Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela.

Sambungnya, ia menyebutkan contohnya, ada sebuah perusahaan diberikan izin lahan 10 hektar, tetapi mereka menggarap hanya 7 hektar dan 3 hektarnya lagi digarap sama masyarakat, oleh masyarakat ditanami sawit.

"Diduga kebakaran yang terjadi di lahan yang digarap oleh masyarakat, tetapi yang dituduh perusahaan yang menjadi kebakaran lahan. Semua lahan yang terjadi kebakaran di lahan perusahaan mempunyai sengketa dengan masyarakat, " ucap Rivai.

Lanjutnya, Rivai menjelaskan, diduga kasus kebakaran lahan merupakan dimiliki perorangan bukan milik perusahaan. Rata-rata dari 15 perusahaan adalah lahan sengketa, dan bahkan ada juga sudah bertahun-tahun tidak lagi beroperasi.

"Setelah kita selidiki oleh saksi, ternyata lahan tersebut tidak dikuasai oleh perusahaan, tetapi lahan tersebut milik masyarakat setempat," tegas Rivai.

Dari fakta di lapangan tersebut, polisi menyelusuri siapa pemilik lahan, ternyata masyarakat banyak yang tidak mengetahui siapa pemiliknya atau lahan liar. Selanjutnya dari 15 kasus perusahaan ini banyak yang tidak memiliki unsur hukum dan patut kita hentikan atau SP3.

"Dalam tindakan dan proses penyidikan yang panjang, pihak Polda Riau tidak ada menyembunyikan kasus SP3 ini. Bukan 11 perusahaan tetapi 15 perusahaan, " pungkas Riva

PEKANBARU - Mengenai Surat Penghentian Penyidikan atau yang biasa disebut SP3 terhadap kasus kebakaran yang melibatkan 15 perusahaan yang mengakibatkan biang asap di Riau tahun 2015 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah meminta Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) untuk mengumpulkan seluruh data untuk kemudian akan segera dibahas di Kemen LHK.

Hal ini disampaikan Menteri LHK Siti Nurbaya pada wartawan, Kamis (21/7/2016). Ia mengatakan saat ini Dirjen Gakum sudah diminta juga untuk mencari informasi ke Polda Riau.

"Tapi sebetulnya yang perlu dipahami, sistem Gakkum kita menerapkan hukum multidoors. Artinya ada pidana, perdata dan sanksi administratif. Namun demikian saya akan terus pelajari ini," ujarnya.

Ia juga menjelaskan dari 15 perusahaan yang terlibat Karlahut ini, sebenarnya ada yang izinnya sudah dicabut, yakni HSL dan SRT. "Dan ada juga perusahaan yang sudah kena pembekuan," ungkapnya.

Tentang detail data di lapangan lanjutnya, pihaknya akan mendalami dan mungkin bisa juga nanti minta dukungan fakta lapangan dari komunitas dan aktivis. "Sekarang komunitas dan aktivis juga aktif memberi info dan saran solusi kepada kami di KLHK kok," ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau menegaskan kembali telah mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan atau yang biasa disebut SP3, terhadap kasus kebakaran yang melibatkan 15 perusahaan yang mengakibatkan biang asap yang melanda  Riau tahun 2015 lalu.

Hal ini langsung disampaikan oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela yang didampingi Wadir Kriminal Umum, AKBP Ari Rahman di sela-sela konferensi pers di Kantor Krimsus Polda Riau, Jalan Gajah Mada, Rabu (20/7/2017) siang.

"Rata-rata 15 perusahaan tersebut memiliki kasus sengketa dengan masyarakat, kemudian dihentikan penyidikannya atau SP3, " ungkap Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela.

Sambungnya, ia menyebutkan contohnya, ada sebuah perusahaan diberikan izin lahan 10 hektar, tetapi mereka menggarap hanya 7 hektar dan 3 hektarnya lagi digarap sama masyarakat, oleh masyarakat ditanami sawit.

"Diduga kebakaran yang terjadi di lahan yang digarap oleh masyarakat, tetapi yang dituduh perusahaan yang menjadi kebakaran lahan. Semua lahan yang terjadi kebakaran di lahan perusahaan mempunyai sengketa dengan masyarakat, " ucap Rivai.

Lanjutnya, Rivai menjelaskan, diduga kasus kebakaran lahan merupakan dimiliki perorangan bukan milik perusahaan. Rata-rata dari 15 perusahaan adalah lahan sengketa, dan bahkan ada juga sudah bertahun-tahun tidak lagi beroperasi.

"Setelah kita selidiki oleh saksi, ternyata lahan tersebut tidak dikuasai oleh perusahaan, tetapi lahan tersebut milik masyarakat setempat," tegas Rivai.

Dari fakta di lapangan tersebut, polisi menyelusuri siapa pemilik lahan, ternyata masyarakat banyak yang tidak mengetahui siapa pemiliknya atau lahan liar. Selanjutnya dari 15 kasus perusahaan ini banyak yang tidak memiliki unsur hukum dan patut kita hentikan atau SP3.

"Dalam tindakan dan proses penyidikan yang panjang, pihak Polda Riau tidak ada menyembunyikan kasus SP3 ini. Bukan 11 perusahaan tetapi 15 perusahaan, " pungkas Rivai

sumber: halloraiu.com


[Ikuti Wawasanriau.com Melalui Sosial Media]




Tulis Komentar