Kasus Korupsi APBD Rp 35 M, Eks Bupati Katingan Dituntut 12 Tahun Penjara

Rabu, 10 Juli 2019

Palangka Raya - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi, Kalimantan Tengah menuntut terdakwa mantan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie 12 tahun penjara. Hal itu terkait kasus hilangnya APBD sebesar Rp 35 miliar.

"Terdakwa bersalah dan melanggar pasal 2 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi, juncta pasal 55 ayat (1) KUH Pidana," kata JPU Kejaksaan Tinggi Kalteng Eman Sulaeman di Palangka Raya sebagaimana dilansir Antara, Rabu (10/7/2019).

Dalam persidangan terdakwa mantan Bupati Katingan Ahmad Yantenglie dipimpin majelis hakim yang diketuai Agus Windana.


Eman Sulaeman mengatakan tuntutan kepada terdakwa Ahmad Yantenglie selama menjabat sebagai Bupati Katingan sudah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Dan terdakwa juga berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

Selanjutnya, terdakwa juga belum mengembalikan uang pengganti. Sehingga hal ini membuat alasan pihaknya menuntut selama 12 tahun penjara.

"Selain pidana penjara 12 tahun, terdakwa dibebankan uang pengganti sebesar Rp 6,5 miliar. Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu paling lama satu bulan dan sudah keputusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," katanya.

Namun, apabila hartanya tidak mencukupi semuanya, maka akan diganti dengan 6 tahun penjara.

Saat ditanya dari total Rp 100 miliar hilangnya anggaran pendapatan dan belanja daerah yang hanya dibayar Rp 6,5 miliar dari terdakwa, Eman mengatakan sebelumnya sudah ada pengembalian yang dihitung pihaknya ada sebesar Rp 74,8 miliar.

"Terdakwa hanya dibebankan dari sisa kerugian negara sebesar Rp 6,5 miliar, dan kerugian tersebut hingga sampai saat ini masih belum diketahui. Sebab uang tersebut dibawa oleh saudara Heryanto Chandra yang mana masih dalam daftar pencarian orang (DPO)," katanya.


Eman menambahkan, adapun perincian dari Rp6,5 miliar itu sesuai dengan fakta persidangan, bahwa Rp1,5 miliar sudah diterima oleh terdakwa yang merupakan pemberian oleh Heryanto Chandra kepada Teguh Handoko selaku Kepala Kantor Kas Bank Tabungan Negara Pondok Pinang Jakarta Selatan, dan saudara Teguh Handoko kembali memberikannya kepada terdakwa.

"Sedangkan sisa R p5 miliar merupakan uang jasa advokasi yang mana pembayaran tersebut tanpa dianggarkan dalam APBD. Oleh sebab itu, menjadi peyalahgunaan atau melawan hukum karena sudah bertentangan dengan Permendagri Nomor 13 yaitu beban belanja negara harus dianggarkan terlebih dahulu di APBD, dan itu yang menjadi pertimbangan kami," tandas Eman.

Kuasa Hukum Ahmad Yantenglie, Antonius Kristanto mengatakan tentang tuntutan 12 tahun penjara terhadap klienya itu merupakan sah-sah saja bagi mereka, tetapi juga kita akan melakukan perlawanan melalui pembelaan kita nanti karena jatuhnya hukuman itu tergantung majelis hakim.

"Kami akan menolak semua yang tertuang di dalam nota pembelaan kami dalam pledoi nanti, hampir semua dakwaan itu memberatkan klien kami, itukan dari kaca mata rekan kita kejaksaan, dari kacamata kami kuasa hukum kami menolak itu semua, nanti kita lihat dipembelaan," kata Antonius.

Antonius menambahkan, bahwa katanya klien kami menikmati uang sebesar Rp6,5 miliar, faktanya dipersidangan tidak ada. Kalau cuma menurut keterangan dasar tuntutan jaksa dari keterangan Teguh Handoko, keterangan Tekli (selaku kuasa Bendahara Umum Daerah), sekarang dalam fakta persidanga apakah bisa dibuktikan apa yang disampaikan mereka. Karena hukum itu bicara minimal dua saksi dan satu alat bukti, itukan cuma katanya, ini asumsi fakta persidangan tidak dapat dibuktikan.

Untuk tuntutan yang disampaikan jaksa itu menurut saya terlalu berat, menurut saya itu hak dari penuntut umum dari sudut pandang mereka, sudut pandang jaksa bagaimanapun juga membuat dakwaan dan menuntut orang itu pasti terhukum.

"Yang jelas kami akan melakukan pembelaan terhadap dakwaan dan tuntutan jaksa tadi. Kami akan bantah itu semua, bagaimanapun semuanya itu tetap kembali kepada majelis hakim," demikian Antonius Kristanto.

(detik.com)